Lembaga-lembaga publik, khususnya pemerintah memiliki beragam cara dan metode untuk mengomunikasikan program dan citra lembaganya kepada publik dan masyarakat luas. Saat ini banyak strategi dan program komunikasi disusun sendiri ataupun dengan bantuan pihak ketiga yang diarahkan untuk mengedukasi publik. Beberapa produk telah bisa dilihat oleh publik dan masyarakat luas dalam bentuk iklan, advetorial, features, dan kegiatan komunikasi langsung. Mungkin bagi sebagian pihak hal inilah yang dimaknai sebagai bagian dari pemasaran ala pemerintah (government marketing).
Terlepas dari definisi dan kegiatan lainnya. Kegiatan dalam pemasaran ala pemerintah tentu tak bisa mengabaikan komunikasi publik. Komunikasi publik merupakan istilah lain dari kampanye publik yang menggunakan media, pesan, mengorganisasikan akitivitas komunikasi demi tercapainya tujuan individu atau kelompok tertentu dalam satuan waktu tertentu (Liliweri, 2008).
Rancangan aktivitas tersebut bertujuan mempengaruhi perubahan persepsi dan sikap individu, kelompok, atau masyarakat. Untuk memaksimal peluang mencapai sukses komunikasi publik maka para perancang mengkoordinasikan pemanfaatan media dengan komunikasi antarpersonal, atau memanfaatkan saluran komunikasi yang berbasis pada komunitas.
Ciri spesifik komunikasi publik adalah perhatian penting pada konteks public affairs. Artinya, setiap rencana dan aktivitas dalam komunikasi publik harus dapat didayagunakan untuk memecahkan masalah sosial – kemasyarakatan, yang sebagian besar kebijakannya dipegang oleh pemerintah, maupun sektor swasta. Secara sederhana, komunikasi publik merupakan ancangan sebuah sistem komunikasi sosial yang bisa didayagunakan untuk memecahkan kompleksitas masalah sosial akibat perkembangan sistem informasi.
Tak Sekadar Sebarkan Informasi
Penyampaian informasi dalam kerangka pemasaran ide dan program pemerintah, apalagi kepada publik yang relatif beragam, bukanlah hal yang mudah. Ibarat gunung es, begitu banyak faktor yang mempengaruhi proses komunikasi. Oleh karena itu diperlukan strategi dan cara pendekatan khusus dalam kegiatan komunikasi terhadap publik.
Pendekatan pemasaran sosial saat ini banyak digunakan sebagai cara dan strategi untuk melakukan perubahan perilaku masyarakat atau komunitas. Banyak pihak mengakui pendekatan pemasaran sosial sanagt efektif karena menggunakan bahasa target khalayak/publik untuk menggugah keyakinan berdasarkan pengetahuan.
Pemasaran sosial dipandang tak jauh berbeda dibandingkan dengan bidang pemasaran, yang merupakan akar asal-usul pemasaran sosial. Namun, “memasarkan” gagasan tentu lebih kompleks dibandingkan dengan memasarkan produk/jasa. Sebab dibutuhkan pemahaman saat menerapkan langkah-langkah atau strategi pemasaran sosial, terutama dengan melakukan riset sosial dan kajian.
Hal tersebut perlu dilakukan agar hasilnya akan menjadi lebih terkoordinasi dan terintegrasi saat melangkah lebih jauh, yaitu dalam upaya menyusun kebijakan sosial. Menurut Linda D. Ibrahim perbedaan yang prinsip terletak pada tambahan “2 P” pada marketing mix bisnis yang hanya terdiri dari “4 P (Product, Price, Place, and Promotion)”, yaitu, partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan).
Komunikasi publik dan pemasaran sosial dapat bertemu pada dua hal, yaitu, public communication of public interest dan involving public (Public Communication Campaigns”, Ronald E. Rice & Charles K. Atkin, Sage, 2000). Jadi, keduanya merupakan upaya komunikasi publik untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat dan sifatnya melibatkan masyarakat. Keduanya tak terpisahkan dan saling mempengaruhi.
Pemasaran sosial atau social marketing adalah aplikasi dari teknik pemasaran bisnis ke dalam analisis, perencanaan, eksekusi, dan evaluasi program-program organisasi nirlaba yang telah didisain berdasarkan target individual dalam rangka meningkatkan kesejahteraan personal, serta memenuhi kebutuhan manusia secara sensitif dan memuaskan.
Pemasaran sosial mengkombinasikan elemen-elemen terbaik dari pendekatan tradisional untuk perubahan sosial dalam perencanaan yang terintegrasi dan kerangka tindakan dan mempergunakan teknologi komunikasi yang maju dan ketrampilan pemasaran (Kotler dan Roberto, 1989).
Pendekatan pemasaran sosial saat ini banyak digunakan sebagai cara dan strategi untuk melakukan perubahan perilaku masyarakat atau komunitas. Banyak pihak mengakui pendekatan pemasaran sosial sanagt efektif karena menggunakan bahasa target khalayak/publik untuk menggugah keyakinan berdasarkan pengetahuan.
Pemasaran sosial dipandang tak jauh berbeda dibandingkan dengan bidang pemasaran, yang merupakan akar asal-usul pemasaran sosial. Namun, “memasarkan” gagasan tentu lebih kompleks dibandingkan dengan memasarkan produk/jasa. Sebab dibutuhkan pemahaman saat menerapkan langkah-langkah atau strategi pemasaran sosial, terutama dengan melakukan riset sosial dan kajian.
Hal tersebut perlu dilakukan agar hasilnya akan menjadi lebih terkoordinasi dan terintegrasi saat melangkah lebih jauh, yaitu dalam upaya menyusun kebijakan sosial. Menurut Linda D. Ibrahim perbedaan yang prinsip terletak pada tambahan “2 P” pada marketing mix bisnis yang hanya terdiri dari “4 P (Product, Price, Place, and Promotion)”, yaitu, partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan).
Komunikasi publik dan pemasaran sosial dapat bertemu pada dua hal, yaitu, public communication of public interest dan involving public (Public Communication Campaigns”, Ronald E. Rice & Charles K. Atkin, Sage, 2000). Jadi, keduanya merupakan upaya komunikasi publik untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat dan sifatnya melibatkan masyarakat. Keduanya tak terpisahkan dan saling mempengaruhi.
Pemasaran sosial atau social marketing adalah aplikasi dari teknik pemasaran bisnis ke dalam analisis, perencanaan, eksekusi, dan evaluasi program-program organisasi nirlaba yang telah didisain berdasarkan target individual dalam rangka meningkatkan kesejahteraan personal, serta memenuhi kebutuhan manusia secara sensitif dan memuaskan.
Pemasaran sosial mengkombinasikan elemen-elemen terbaik dari pendekatan tradisional untuk perubahan sosial dalam perencanaan yang terintegrasi dan kerangka tindakan dan mempergunakan teknologi komunikasi yang maju dan ketrampilan pemasaran (Kotler dan Roberto, 1989).
Mainkan Peran Media Massa
Pada dasarnya, media mempunyai sifat memperluas isolasi moral dari lingkungan sekaligus mengasingkan orang dari realitas personalnya. Hal ini diakibatkan bahwa apa saja yang disajikan media merupakan hasil rekonstruksi (second hand reality) peristiwa-peristiwa yang tengah berlangsung dalam masyarakat.
Lewat konstruksi realitas yang dilakukan oleh media massa secara teoritis ada tiga posisi media dalam mempengaruhi isu atau konflik sesuai konteks sosial yang berkembang, termasuk isu-isu atau konflik yang ada dalam media. Pertama, sebagai issue intensifier, yaitu memunculkan atau mempertajam isu atau konflik. Dengan posisi sebagai intensifier, media mem-blow up realitas yang jadi isu sehingga seluruh dimensi isu menjadi transparan.
Kedua, sebagai conflict deminisher, yakni media menenggelamkan isu atau konflik. Secara sengaja media meniadakan isu tersebut, terutama bila menyangkut kepentingan media bersangkutan, entah kepentingan ideologis atau pragmatis. Ketiga, media menjadi pengarah conflict resolution, yakni media menjadi mediator dengan menampilkan isu dari berbagi perspektif serta mengarahkan pihak-pihak yang bertikai pada penyelesaian konflik (Stanley, 2001)
Akan tetapi, di tengah banyak pilihan ragam dan jenis media yang dapat dipergunakan oleh masyarakat, tentunya tak mudah mengharapkan media bisa memainkan perannya dengan optimal. Apalagi dalam peran sebagai conflict resolution yang bisa menjadi mitra dalam kegiatan kampanye publik pemerintah.
Harus diakui, di masa sekarang sulit mencapai kondisi ideal semacam itu. Kendati ditinjau dari ilmu komunikasi, keberpihakan media bukanlah sebuah kesalahan akan tetapi media massa yang memihak akan sulit tumbuh menjadi alat kontrol sosial yang objektif. Makanya tidak aneh, jika berita-berita yang muncul di satu media berbeda dengan media lainnya. Ini lebih karena pilihan-pilihan tersebut. Andai pilihan-pilihan tersebut sama, perbedaan pun masih mungkin lantaran perbedaan dalam memilih sudut pandang (angle) (Siahaan, 2001).
Tentu dibutuhkan pendekatan terhadap media yang lebih cerdas dan tepat dalam melihat kondisi yang ada. Bila dalam pemberitaan media berita terdapat kesalahan baik kutipan atau penyimpangan fakta, siapapun yang dirugikan masih bisa segera bertindak. Caranya adalah berbicara langsung kepada wartawan atau editornya, tampilkan fakta sebenarnya, minta kesalahan ditarik atau dikoreksi.Selain pendekatan media, pemerintah perlu mengembangkan sebuah pendekatan yang komprehensif agar arus informasi yang ada di kalangan masyarakat tidak melahirkan konflik ataupun merugikan kepentingan masyarakat. Disinilah pentingnya komunikasi publik untuk mengembangkan saling pengertian, kerjasama dan sinergi yang positif antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam isu tertentu.
Persoalan yang oleh lembaga pemerintah adalah persoalan dunia komunikasi sebenarnya, masalah sharing of information, oleh karena dibutuhkan beragam terobosan yang cerdas dan tepat. Hal paling krusial yang dihadapai di lapangan adalah jurang kesenjangan antara tuntutan dan harapan masyarakat yang amat tinggi, dengan kemampuan pemerintah yang terbatas dalam menyediakan informasi atau membangun opini publik yang baik (untuk mengimbangi opini publik yang biasanya dikembangkan oleh kalangan pers).
Dibutuhkan pendekatan yang mempertimbangkan beragam aspek yang bersinggungan, misalnya aspek-aspek pemasaran (marketing dalam arti luas), manajemen, periklanan, komunikasi pribadi, psikologi, antropologi; guna menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh publik atau informasi publik.Kegiatan pemasaran sosial yang dilakukan lembaga pemerintah idealnya harus bisa “memaksa” target khalayaknya untuk mengubah keyakinan, nilai, sikap yang selama ini telah tertanam di dalam dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan yang terintegrasi, dukungan teknologi komunikasi yang maju dan ketrampilan pemasaran. Tanpa itu semua, pemasaran sosial yang dilakukan tidak akan menjadi komunikasi yang efektif bagi sasarannya.
Lewat konstruksi realitas yang dilakukan oleh media massa secara teoritis ada tiga posisi media dalam mempengaruhi isu atau konflik sesuai konteks sosial yang berkembang, termasuk isu-isu atau konflik yang ada dalam media. Pertama, sebagai issue intensifier, yaitu memunculkan atau mempertajam isu atau konflik. Dengan posisi sebagai intensifier, media mem-blow up realitas yang jadi isu sehingga seluruh dimensi isu menjadi transparan.
Kedua, sebagai conflict deminisher, yakni media menenggelamkan isu atau konflik. Secara sengaja media meniadakan isu tersebut, terutama bila menyangkut kepentingan media bersangkutan, entah kepentingan ideologis atau pragmatis. Ketiga, media menjadi pengarah conflict resolution, yakni media menjadi mediator dengan menampilkan isu dari berbagi perspektif serta mengarahkan pihak-pihak yang bertikai pada penyelesaian konflik (Stanley, 2001)
Akan tetapi, di tengah banyak pilihan ragam dan jenis media yang dapat dipergunakan oleh masyarakat, tentunya tak mudah mengharapkan media bisa memainkan perannya dengan optimal. Apalagi dalam peran sebagai conflict resolution yang bisa menjadi mitra dalam kegiatan kampanye publik pemerintah.
Harus diakui, di masa sekarang sulit mencapai kondisi ideal semacam itu. Kendati ditinjau dari ilmu komunikasi, keberpihakan media bukanlah sebuah kesalahan akan tetapi media massa yang memihak akan sulit tumbuh menjadi alat kontrol sosial yang objektif. Makanya tidak aneh, jika berita-berita yang muncul di satu media berbeda dengan media lainnya. Ini lebih karena pilihan-pilihan tersebut. Andai pilihan-pilihan tersebut sama, perbedaan pun masih mungkin lantaran perbedaan dalam memilih sudut pandang (angle) (Siahaan, 2001).
Tentu dibutuhkan pendekatan terhadap media yang lebih cerdas dan tepat dalam melihat kondisi yang ada. Bila dalam pemberitaan media berita terdapat kesalahan baik kutipan atau penyimpangan fakta, siapapun yang dirugikan masih bisa segera bertindak. Caranya adalah berbicara langsung kepada wartawan atau editornya, tampilkan fakta sebenarnya, minta kesalahan ditarik atau dikoreksi.Selain pendekatan media, pemerintah perlu mengembangkan sebuah pendekatan yang komprehensif agar arus informasi yang ada di kalangan masyarakat tidak melahirkan konflik ataupun merugikan kepentingan masyarakat. Disinilah pentingnya komunikasi publik untuk mengembangkan saling pengertian, kerjasama dan sinergi yang positif antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam isu tertentu.
Persoalan yang oleh lembaga pemerintah adalah persoalan dunia komunikasi sebenarnya, masalah sharing of information, oleh karena dibutuhkan beragam terobosan yang cerdas dan tepat. Hal paling krusial yang dihadapai di lapangan adalah jurang kesenjangan antara tuntutan dan harapan masyarakat yang amat tinggi, dengan kemampuan pemerintah yang terbatas dalam menyediakan informasi atau membangun opini publik yang baik (untuk mengimbangi opini publik yang biasanya dikembangkan oleh kalangan pers).
Dibutuhkan pendekatan yang mempertimbangkan beragam aspek yang bersinggungan, misalnya aspek-aspek pemasaran (marketing dalam arti luas), manajemen, periklanan, komunikasi pribadi, psikologi, antropologi; guna menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh publik atau informasi publik.Kegiatan pemasaran sosial yang dilakukan lembaga pemerintah idealnya harus bisa “memaksa” target khalayaknya untuk mengubah keyakinan, nilai, sikap yang selama ini telah tertanam di dalam dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan yang terintegrasi, dukungan teknologi komunikasi yang maju dan ketrampilan pemasaran. Tanpa itu semua, pemasaran sosial yang dilakukan tidak akan menjadi komunikasi yang efektif bagi sasarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar