Sabtu, 29 November 2008

FEATURE PERIKLANAN

Segmenting, Targeting dan Positioning dalam Beriklan

(Budi Hartanto - Iklan 06)

Pertumbuhan dunia usaha di berbagai belahan dunia saat ini telah mendorong berbagai perusahaan untuk meningkatkan upaya promosi produk/jasanya dalam rangka memenangkan persaingan yang semakin ketat. Diantara empat elemen bauran promosi yang dikenal selama ini, periklanan merupakan elemen yang paling menonjol, karena penampilannya yang atraktif, jangkauannya yang luas dan sifatnya yang non personal. Periklanan sebuah subsidiary dari ilmu pemasaran yang menggabungkan teori pemasaran yang berisi segala bentuk perhitungan ekonomis dan ilmu komunikasi yang ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek serta berkolaborasi dengan ilmu seni untuk tetap menghasilkan suatu proses komunikasi yang memiliki nilai esetika (keindahan).
Secara umum, iklan bertujuan untuk menginformasikan,membujuk dan mengingatkan konsumen terhadap keberadaan suatu produk, yang ada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan penjualan. Namun dalam penerapannya, perusahaan yang berupaya mempromosikan produk/layanan jasanya, menghadapi persoalan yang tidak mudah karena ketatnya persaingan dalam beriklan yang dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi barang sejenis, mahalnya biaya iklan dan sulitnya untuk mengevaluasi efektivitas iklan. Karena itu upaya beriklan harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dengan memperhatikan karakteristik dan perilaku konsumen sebagai target pasar produk yang diiklankan.
Pada dunia pemasaran, strategi modern yang dikenal oleh praktisi bisnis dan manajer perusahaan adalah pemasaran STP yaitu segmenting, targeting dan positioning, yang pada intinya bertujuan untuk memilah-milah pasar dalam berbagai segmen yang homogen, menjadikan salah satu segmen sebagai targetnya dan memposisikan produknya sesuai dengan target pasar yang dituju. Konsep ini juga dapat dikembangkan sebagai suatu pendekatan dalam upaya beriklan suatu perusahaan.

Segmentasi dalam Periklanan
Dalam mencari definisi segmentasi periklanan maka dapat diturunkan melalui definisi segmentasi pemasaran yang memiliki pengertian umum sebagai :

Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari suatu produk ke dalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen (Swasta, 1996).


Segmentasi pasar ini merupakan suatu falsafah yang berorientasi pada konsumen. Falsafah ini menunjukan usaha untuk meningkatkan ketepatan penetapan sasaran dari suatu perusahaan. Segmen pasar ini dapat dibentuk dengan banyak cara dalam penentuan segmentasi yang ada saat ini hanya semacam penggunaan variabel-variabel. Ada empat metode untuk melakukan segmentasi yang lazim digunakan.
● Segmentasi geografis. Contoh: berdasarkan daerah/region, pedesaan/perkotaan.
● Segmentasi demografis. Contoh: berdasarkan umur, pekerjaan, kewarganegaraan, agama.
● Segmentasi psikografis. Contoh: kelas sosial dan tipe personalitas.
● Segmentasi tingkah laku. Contoh: intensitas penggunaan produk, loyalitas terhadap merek.
Dari variabel segmentasi tersebut yang sering dijadikan acuan adalah variabel demografis yang biasanya berisi atas :
1. Komposisi Umur
2. Tingkat Pendidikan
3. Jenis Pekerjaan
4. Tingkat Pendapatan (dalam beberapa literatur ada yang menggabungkan point Tingkat pendapatan digabungkan dengan point Jenis Pekerjaan).

Namun sebenarnya variabel tersebut bisa lebih dikhususkan lagi, apabila dirasa perlu dalam membidik target yang benar-benar spesial. Di sinilah tugas bagian analisis pasar yang perlu mengkotak-kotakan masyarakat dari berbagai sisi. misal seperti yang dikemukakan oleh Sudarmadi dalam artikelnya Agar Bidikan mengenai Sasaran di situs swa.co.id. Sudarmadi membagi segmentasi ini berdasarkan variabel psikografi yakni membagi masyarakat atas :
1. Confident Establish
2. Optimistic Domestic Goddess
3. Change-Expectant Lad
4. Cheerful Humanist
5. Introvert Wallflower
6. The Savvy Conqueror
7. Networking Pleasure Seeker
8. Spontaneous Fun-Loving
Segmentasi berdasarkan variabel psikografi ini kini tengah populer dalam ilmu pemasaran maupun periklanan sehingga banyak digunakan sebagai tolak ukur standar dalam menentukan calon kosnumen. Segmentasi ini berangkat dari pemikiran bahwa calon konsumen tidak lagi menitikberatkan kepada faktor ekonomis yang berarti berhitung nilai, melainkan dipengaruhi oleh suatu sifat yang membuahkan sikap dalam bertindak.
Maka secara garis besar segmentasi meliputi objek (sasaran) konsumen/calon konsumen yang dituju, yang membagi suatu masyarakat yang heterogen menjadi suatu masyarakat dengan satuan-satuan yang lebih kecil dengan kekhususan masing-masing yang lebih bersifat homogen. Di sini diperlukan suatu kejelian analis pasar dan pengiklan untuk mampu melihat satuan-satuan masyarakat tersebut untuk kemudian dibidik sebagai (calon) konsumen, cara riset lapangan masih dianggap cara yang paling efektif dalam menentukan segmentasi ini.

Targeting dalam Periklanan

Ibarat sebuah anak panah, dalam usaha beriklan perlu ditentukan target yang tepat dan spesifik. Hal ini dilakukan agar segala sumber daya yang telah diupayakan menjadi efektif. Secara tersirat targeting dalam periklanan memiliki arti bentuk usaha untuk mencapai tujuan/harapan yang diinginkan dari kegiatan beriklan terhadap segementasi masyarakat calon konsumen yang telah teridentifikasi. Artinya targeting harus memiliki kespesifikan yang jelas dan tidak boleh meluas (terlalu banyak) atribut tujuan. Merujuk dari ilmu pemasaran, kegiatan targeting secara garis besar dibagi atas 4 langkah yaitu :

  1. Memperhitungkan segala sumber daya yang dimiliki dan yang diperlukan oleh produsen yang hendak beriklan sebelum masuk ke dalam pasar
  2. Menganalisa ‘kekuatan’ pesaing/kompetitor yang ada di pasar, termasuk menganalisa segala sumberdaya yang mereka miliki
  3. Membandingkan ‘kekuatan’ produsen yang akan beriklan dengan ‘kekuatan’ kompetitornya

Berdasarkan dari ketiga analisa di atas kemudian mengambil keputusan langkah targeting yang paling tepat.
Targeting di dalam dunia periklanan sangat beragam. Hal ini disebabkan semakin kreatif dan jelinya para pengiklan dalam mengambil berbagai celah spesifik yang terjadi di pasar. Namun Tonton Taufik dalam wirausaha.com menarik empat benang merah targeting yang sebenarnya selama ini dilakukan oleh produsen melalui pengiklan :

  1. Brand Awareness
    Tindakan memberitahu masyarakat terhadap suatu merek produk tidak terpaku dengan hanya dengan memperkenalkan suatu produk baru, melainkan juga bisa dilakukan dengan tindakan meng-counter merek pesaing, mind share, menunjukkan eksistensi merek, memelihara kesetiaan konsumen fanatik (khususnya bagi produsen merek yang telah lebih dulu/lama terjun ke pasar), dan sebagainya. Targeting ini masih dianggap paling efektif dari sisi psikografi (calon) konsumen, sebab bisa dikatakan merek merupakan ujung tombak sebuah produk di benak ingatan konsumen. Targeting melalui brand awareness bisa bermanfaat untuk pembuka jalan menuju langkah targeting selanjutnya
  2. Mengkomunikasikan Informasi
    Seperti halnya dalam definisi dasar komunikasi, keberadaan iklan sebenarnya tidak lepas dari suatu proses penyampaian. Targeting jenis ini biasanya lebih banyak pada iklan-iklan non komersil seperti iklan layanan masyarakat, yang lebih bersifat berita, informasi dan sebagainya tanpa ada motif ekonomi, namun secara tersirat iklan-iklan komersil pun sebenarnya juga memiliki targeting ini.
  3. Membuat Perilaku dan Membangun Persepsi
    Sebenarnya targeting ini dapat menjadi point umum dari point pertama yaitu brand awareness, tapi, keluasan cakupan yang tidak sekedar bermotif ‘mencuci otak’ calon konsumen dengan brand, tapi lebih kepada harapan, tujuan konsumen untuk berperilaku dan bertindak sesuai dengan maksud iklan. Misalkan iklan penyuluhan tentang demam berdarah yang mengajak masyarakat agar bertindak melakukan gerakan 3M.
  4. Merebut Market Share
    Ibarat sebuah kue pie, para analisis pasar membagi kondisi riil di lapangan adalah kue pie yang telah terpotong-potong dengan masing-masing potongan memiliki ukuran berbeda-beda. Sebagai sebuah bentuk bisnis, produsen tentunya memiliki motivasi ekonomi dalam setiap tindakannya termasuk dalam beriklan. Diharapkan dengan beriklan terjadi peningkatan konsumsi produknya oleh masyarakat yang berdampak keuntungan bagi produsen. Motif inilah yang sebenarnya mendorong produsen untuk beriklan, sehingga dibutuhkan suatu ‘kejeniusan’ di dalam berpromo atau beriklan untuk memenuhi target ini. Pembahasan lebih lanjut tentang market share ini sebenarnya ada pada induk ilmu yaitu ilmu pemasaran.

Secara eksekusi proses kreatif periklanan di lapangan targeting sebuah iklan sebenarnya hanya berkutat pada tiga point pokok atau biasa disebut sebagai pesan utama (tema). Hal ini disebabkan usaha untuk menspesifikkan tujuan ide pada proses eksekusi sehingga didapatkan sebuah iklan yang benar-benar fokus. Tiga point pokok tersebut adalah :

  1. Produk benefit / feature oriented
    Kreatifitas pesan iklan berfokus pada penonjolan keistimewaan khusus produk keistimewaan tersebut tidak dimiliki oleh kompetitor lain dan merupakan sesuatu yang dicari-cari, menjadi ciri khas dan dijadikan alasan bagi konsumen untuk mengguanakan produk tersebut.
  2. Brand image oriented
    Merek atau produk diproyeksikan atau dikaitkan pada suatu citra dan kepribadian tertentu melalui kampanye periklanan, pencitraan ini berorientasi pada simbol kehidupan. Gagasan utamanya adalah agar konsumen dapat menikmati keuntungan secara psikologis dan emosional dari sebuah produk yang digunakan (selain keuntungan fisik yang ada)
  3. Positioning Oriented
    Positioning adalah sesuatu yang dilakukan terhadap pikiran, yakni menempatkan produk pada tangga-tangga atau kotak pikiran calon konsumen. Konsep utama dalam strategi periklanan ini adalah berorientasi pada kompetitor, khususnya yang merupakan market leader. Selain itu orientasi positioning juga berdasarkan pada keunggulan atribut, manfaat dan product class atau posisi relatif terhadap kompetitor.

Positioning dalam Periklanan
Produk yang akan (maupun telah) dilempar ke pasar tentunya akan memiliki ‘tempat’ tersendiri di tangan konsumen. Letak tempat atau posisi produk tersebut nantinya ditentukan oleh bargaining position yang ditentukan oleh produsen sejak awal. Di sinilah pentingnya mencitrakan, membuat, menciptakan image sebuah produk yang harus diterjemahkan ke dalam sebuah iklan sebagai bentuk penentuan positioning produk nantinya di pasaran. Positioning adalah suatu proses menempatkan suatu produk, merek, perusahaan, individu atau apa saja dalam alam pikiran mereka yang dianggap sebagai sasaran atau konsumennya upaya itu dianggap perlu karena situasi masyarakat atau pasar konsumen sudah ocer communicated.
Menurut Al Ries dan Jack Trout, Positioning is not what you do to the product, it is what you do the mind! Artinya positioning lebih berkaitan kepada maslaah persaingan, sehingga dibutuhkan suatu cara untuk membuat konsumen memikirkan posisi produk dalam benak mereka sesuai dengan keinginan produsen, atau minimal konsumen mengenal produk tersebut. Dalam membentuk citra atau menentukan positioning produk kepada (calon) konsumen diperlukan berbagai startegi, menurut David A. Aacker strategi tersebut adalah :

  1. Penonjolan Karakteristik Produk
    Cara yang paling sering dilakukan adalah menghubungkan suatu objek dengan karakter produk atau customer benefit. Di sini, pengiklan harus memilih satu diantara sekian banyak karakteristik/atribut produk yang dapat ditonjolkan. Terlalu banyak atribut yang ingin ditampilkan berakibat fatal bagi produk itu tersebut karena hanya akan ‘menimbulkan kebingungan’ di benak konsumen. Dalam penentuan karakteristik produk ini, James H. Myers membaginya atas :
    1. Karakteristik Fisik, meliputi sifat-sifat fisik produk seperti suhu, warna, berat dsb
    2. Karakteristik Fisik Semu, meliputi sifat fisik yang tidak dapat terukur seperti rasa, aroma, simbol-simbol dan sebagainya
    3. Keuntungan Konsumen, yaitu berupa keuntungan yang didapatkan dan dinikmati oleh calon konsumen seperti : Tidak berbahaya bagi kulit, Aman bagi anak-anak, Mudah dihidangkan, dsb
  2. Penonjolan Harga dan Mutu
    Walaupun antara harga dan mutu adalah dua unsur yang terpisah namun dipersepsikan sama oleh konsumen. Stereotipe bagi konsumen bahwa harga mahal pasti disertai oleh mutu yang baik begitu juga sebaliknya
  3. Penonjolan Penggunaannya
    Membentuk citra juga bisa dilakukan dengan mengaitkan, menjelaskan, atau bahkan mengkhususkan penggunaan sebuah produk kepada konsumen. Misalkan produk Amphetamen dan analgesik yang sebenarnya bermanfaat untuk mengurangi dan menghilangkan berbagai rasa nyeri, dicitrakan sebagai obat sakit kepala oleh PT Konimex melalui produk Paramex.
  4. Positioning menurut Pemakaiannya
    Startegi ini dilakukan dengan mengaitkan produk dengan pemakainya. Misalkan iklan bumbu masak yang dibintangi oleh bintang dangdut terkenal, sasarannya tentu saja bukan untuk mempengaruhi nyonya rumah, melainkan pembantu rumah tangga yang mudah lupa, Sehingga ketika di pasar si pembantu membeli bumbu masak maka yang diingat adalah merek bumbu masak yang iklannya dibintangi bintang dangdut idolanya.
  5. Positioning Menurut Kelas Produk
    Startegi ini lebih sering digunakan pada produk yang hanya memiliki posisi kritis di pasar yang biasanya terjepit oleh keberadaan produk-produk raksasa atau pemain lama, sehingga perlu dilakukan pencitraan sebagai ‘produk alternatif’
  6. Positioning dengan Menggunakan Simbol-simbol Budaya
    Strategi ini lebih mengupayakan identifikasi atas sejumlah simbol yang memiliki arti penting bagi calon pembeli yang tidak digunakan oleh pesaing yang mengeluarkan produk sejenis.
  7. Positioning Langsung terhadap Pesaing
    Startegi ini kerangka acuannya adalah kedudukan produsen terhadap para pesaingnya, dan tidak jarang justru citra produk pesaing menjadi tolak ukur dalam mencitrakan produknya. Misalkan dalam iklan, produsen negatif film yang terkesan saling ‘berperang’, yang satu memakai tagline “Seindah warna aslinya” lalu produsen pesaing akhirnya ‘memerangi’ dengan tagline lebih berani “Lebih Indah daripada warna aslinya”.

Dalam menentukan Startegi Positioning ini David A. Aacker menyebutkan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Identifikasi para pesaing
2. Persepsi Konsumen
3. Menentukan Posisi pesaing
4. Menganalisa Preferensi Konsumen
5. Menentukan Posisi Merek Produk Sendiri
6. Ikuti Perkembangan Posisi

Kedudukan dan Tujuan Segmentasi, Targeting dan Positioning
dalam Periklanan

Jika merujuk dari ilmu pemasaran, kedudukan Segmentasi Targeting dan Positioning (STP) adalah merupakan suatu kerja berurutan dimulai dari langkah segmentasi dilanjutkan dengan penetuan target (targeting) lalu terakhir adalah pencitraan kedudukan (positioning). Namun dalam periklanan ketiga unsur ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait, seperti sebuah lingkaran setan yang tidak bisa terputus, dan selalu berjalan beriringan (lihat bagan)
Walaupun dalam penentuan biasanya didasari dari program STP produk itu sendiri. Iklan hanya menerjemahkannya ke dalam bentuk komunikasi massa untuk suatu motif ekonomi. Sesuai dengan motif ekonomi yang selalu berbicara tentang untung rugi maka tujuan STP dalam periklanan tidak lain adalah demi menciptakan suatu iklan yang mengena di sebuah segmen masyarakat sehingga tujuan terpenuhi dengan budget yang terbatas. Tapi ada tujuan tersendiri STP pada dunia periklanan yang memiliki unsur seni dan seolah menjadi ciri khas, khususnya bagi biro periklanan atau bagi sebuah in house departemen promosi suatu produsen.

  1. Memfokuskan konsep iklan yang akan dibuat (dieksekusi), hal ini berkenaan dengan proses kreatif, produksi iklan, serta pemilihan media beriklan
  2. Memperjelas metode promosi yang akan dilaksanakan.
  3. Mengefektifkan kinerja promosi yang dilakukan


Klik gambar

Daftar Referensi

Kasali, Rhenald ; Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1992
Subagyo, Ignatius dalam Bahan Kuliah Manajemen Pemasaran, Teknik Grafika dan Penerbitan Politeknik Negeri Jakarta, 2002
http://www.geocities.com/agus_lecturer/skripsi/bab_2.htm
http://www.stie-mce.ac.id/jabm/?page=national&detail=yes&id=08-01-02
http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=2375&pageNum=14
http://jackvisual.blogspot.com/2006/01/dasar-periklanan.html
http://hendrowicaksono.multiply.com/journal/item/18
http://72.14.235.104/search?q=cache:rT5tnpUAUYYJ:digilib.ti.itb.ac.id/go.php%3Fid%3Djbptitbtigdls21996yoyokpriyo2062+targeting+periklanan&hl=id&ct=clnk&cd=7&gl=id
http://en.wikipedia.org/wiki/Segmenting_and_positioning#Targeting


Kamis, 27 November 2008

HIMAKOM NEWS


Jurnalisme damai adalah praktek jurnalistik yang bersandar pada pertanyaan-pertanyaan kritis tentang manfaat aksi-aksi kekerasan dalam sebuah konflik dan tentang hikmah konflik itu sendiri bagi. Dan ruhnya adalah mengembangkan liputan yang berkiblat ke masyarakat (people oriented).
Jurnalisme damai bukan barang baru. Pendekatan kerja jurnalis ini digagas oleh Profesor Johan Galtung, ahli studi pembangunan, pada 1970-an. Galtung merasa “miris” melihat pemberitaan pers yang mendasarkan kerja jurnalistiknya secara hitam putih: kalah-menang. Pola kerja jurnalistik seperti ini dia sebut sebagai jurnalisme perang.Jurnalisme perang lebih tertarik pada konflik, kekerasan, korban yang tewas, dan kerusakan material. Pola seperti ini juga yang banyak dianut infotaiment, yang lebih suka mendasarkan kerjanya pada konflik rumah tangga selebritis.
Penganut jurnalisme perang enggan menggali asal-usul konflik, mencari alternatif-alternatif penyelesaian, berempati pada akibat-akibat kemanusiaan yang ditimbulkannya. Jurnalisme perang lebih suka memperjauh jarak pihak berkonflik dalam kerangka kalah-menang, bukan mendekatkan keduanya untuk berdamai.
Galtung yang kemudian diikuti Annabel McGoldricik dan Jake Lynch– mendorong pers mengubah teori klasik jurnalisme perang menjadi jurnalisme damai (peace journalism). Pers harus mengambil peran memprovokasi pihak-pihak bertikai menemukan jalan keluar. Pers harus melakukan pendekatan menang-menang dan memperbanyak alternatif penyelesaian konflik.
Jurnalisme damai melihat perang atau pertikaian bersenjata sebagai sebuah masalah, sebagai ironi kemanusiaan yang tidak seharusnya terjadi. Dalam konteks ini, jurnalisme damai pada dasarnya adalah seruan kepada semua semua pihak memikirkan hikmah konflik. Yaitu dengan senantiasa menggaris bawahi kerusakan dan kerugian psikologis, budaya dan struktur dari kelompok masyarakat yang menjadi korban konflik atau perang.
Jurnalisme damai lebih mementingkan empati kepada korban-korban konflik daripada liputan kontinyu tentang jalannya konflik. Jurnalisme damai memberi porsi sama kepada semua versi yang muncul dalam wacana konflik. Jurnalisme damai juga berusaha mengungkapkan ketidakbenaran di kedua belah pihak, bahkan kalau perlu menyebutkan nama pelaku kejahatan (evil-doers) di kedua belah pihak.
Bagi penggagas junalistik damai itu, pers bukanlah sekadar penyampai informasi apa adanya darah dan kemarahan, melainkan harus kreatif membangun debat publik yang sehat bagi kepentingan umum yang luas: memberikan empati pada anak-anak yang telantar, penderitaan rakyat tak berdosa akibat konflik. Rangkaian peristiwa inilah yang menggagas kembali jurnalisme damai (peace journalism) sebagai antitesis terhadap jurnalisme perang/kekerasan (war/violence journalism) yang telah berkobar terlebih dahulu. Boleh jadi, bahwa jurnalisme damai menjadi populer ketika audience mulai jenuh dan tidak suka dengan pemberitaan yang berbau konflik, kekerasan dan kurang manusiawi. Jadi pada prinsipnya, jurnalisme damai melaporkan suatu kejadian dengan bingkai (frame) lebih luas, lebih berimbang, dan lebih akurat, yang didasarkan pada informasi tentang konflik dan perubahan-perubahan yang terjadi.
Pendekatan jurnalisme damai memberikan sebuah tawaran baru yang menghubungkan para jurnalis dengan sumber-sumber berita dan informasi, liputan yang dikerjakan, dan berbagai konsekuensi dari liputan dimaksud. Pergeseran nilai, kesadaran dan pengetahuan dari audience, menjadikan perkembangan konsekuensi menjadi lebih luas, tidak hanya pada konsekuensi etis jurnalis saja, melainkan dampak hukum dan dampak hak asasi manusia.
Jurnalisme damai diharapkan menjadi salah satu referensi bagaimana seorang jurnalis dituntut untuk mampu mentransformasikan fakta dan realitas konflik sebagai realitas media, untuk menjadi bank data wacana yang diharapkan tidak menciptakan potensi menggagas konflik dan perpecahan dalam jangka pendek maupun panjang. Jurnalisme damai dilaksanakan dengan standar jurnalisme modern, yaitu memegang asas imparsialitas dan faktualitas dengan prinsip-prinsip menghindarkan kekerasan.
Dalam alam demokrasi di Indonesia sekarang ini, sudah saatnya harus berkembang budaya, bahwa suatu kebenaran adalah milik bersama, tidak bisa diklaim oleh hanya satu pihak saja, tetapi harus dikonfirmasi menurut kebenaran pihak lain. Asas imparsialitas seperti inilah yang dipergunakan jurnalisme damai untuk melihat satu persoalan dari beberapa perspektif berbeda. Perspektif itu melihat kemungkinan adanya pengungkapan akar masalah yang terkait dengan sejarah, psikologi, sosial, budaya dan lainnya. Dengan demikian media akan mampu mengungkap fakta lebih komperehensif dan holistik agar dapat menganalisis dan memetakan masalah untuk memunculkan berbagai alternatif solusi. Melalui strategi publikasi yang tepat, maka jurnalisme damai tidak menjadi bagian dari konflik, tapi berperan aktif menjadi bagian dari solusinya.
Jurnalisme damai dalam upaya menyampaikan fokus beritanya lebih pada efek kekerasan yang tidak tampak (invisible effect of violence), seperti kerusakan sosial, kerusakan budaya moral, hancurnya masa depan, maupun trauma pihak yang menjadi korban, bukan produk fisik dari konflik dan kekerasan semata, seperti potongan mayat, rumah ibadah yang hangus, wanita dan anak terlantar. Hal ini bertujuan untuk menarik empati audience, bahwa konflik yang disertai kekerasan hanya mendatangkan kerugian. Di samping itu aspek keseimbangan pemberitaan (cover both side) tidak hanya pada sisi materinya saja, akan tetapi juga sumber berita. Suara korban seperti orang tua, wanita dan anak-anak harus mendapat tempat lebih banyak dalam pemberitaan dibanding porsi para elit yang bertikai.Jurnalis juga dituntut untuk memindahkan orientasi sumber pemberitaannya dari level elite ke level masyarakat. Menggeser angle liputannya dari fakta kekerasan ke arah pusat penderitaan masyarakat biasa. Jurnalis harus mengungkap penderitaan para korban dan akibat-akibat dari konflik yang menyengsarakan.Berbagai implikasi konflik yang tidak tampak, dan lebih bersifat psikologis harus mampu diungkap oleh jurnalis. Tujuannya untuk menggugah orang agar sadar bahwa ekses konflik sebenarnya sangat fatal, yakni menimbulkan penderitaan manusia laki-laki, perempuan maupun anak-anak dan orang tua.Selanjutnya kebutuhan akan suatu kemasan yang manis terhadap suatu fakta konflik, sama artinya dengan menangkap ikan tanpa membuat keruh air di sekitarnya, itulah jurnalisme yang cerdas. Karena saat ini, jurnalisme tidak hanya dituntut mampu menciptakan iklim kondusif memberi suasana damai, tapi juga menjadi bagian dari proses mendidik dan mencerdaskan bangsa. Jurnalisme damai diharapkan menjadi keteladanan bagi khalayaknya untuk bersama-sama mencapai cita-cita menuju Indonesia Damai.Dan dengan merekonstruksi fakta-fakta yang ‘tidak kasatmata’ tersebut, para pihak yang bertikai, diharapkan akan segera menyimpan senjata mereka, dan memilih berunding lewat jalan beradab, bukan biadab. Jurnalisme damai memang sebuah intervensi. Tepatnya intervensi nilai perdamaian. Dan di kolong dunia ini, siapakah yang tidak merindukan sebuah masyarakat yang cinta perdamaian? Tentu semua menghendakinya, kecuali para produsen senjata dan mesin kekerasan

HIMAKOM NEWS FLASH

Iklan seringkali digunakan sebagai alat produsen untuk melakukan promosi atau mengenalkan keunggulan produknya kepada konsumen. Melalui iklan diharapkan konsumen akan tertarik untuk membelinya. Strategi periklanan yang diambil secara tepat akan semakin berhasilnya pemasaran sebuah produk. Secara sederhana iklan merupakan suatu bentuk usaha untuk membujuk dan memikat perhatian orang lain atas suatu barang atau jasa. Dari sini terlihat bahwa iklan bukan saja suatu hiburan atau seni melainkan sebuah medium informasi.
Salah satu aspek komunikasi dalam beriklan adalah mentransmisikan pesan untuk mendukung aktifitas pemasaran. Dimensi yang paling penting dalam beriklan adalah kemampuan menempatkan produk dalam benak khalayak. Sehingga iklan berperan bagi pembentukan image produk. Dengan demikian baik buruknya iklan tidak hanya ditentukan oleh visualisasi yang bagus saja tetapi juga pesan visual dan naskah pesan yang mampu memberi nilai tambah terhadap produk. Pemasang iklan memanfaatkan kekuatan pencitraan terhadap produk atau jasa yang akan dipasarkan dengan perantaraan media massa.
Setiap hari, dunia periklanan kita dipenuhi sederet artis top yang menjadi model iklan suatu produk. Keberadaan artis dalam iklan ini secara tidak langsung ikut mendongkrak awareness dan menciptakan personalitas dari merek produk yang diiklankan (Cakram, 2001). Dan pada gilirannya, penggunaan artis ini bisa membuat peningkatan dalam penjualan produk yang diiklankan.
Meski kebenaran klaim iklan terletak pada bahasa, namun dalam pengamatan YLKI (1998) konflik yang seringkali muncul lebih banyak akibat ketidakpuasan konsumen karena kurang kritis, sehingga merasa terjebak dan merasa dirugikan. Soal pengaruh iklan belum ada penelitian yang representatif. Namun berdasarkan pengamatan YLKI untuk produk obat-obatan, hampir 35% konsumen membeli produk tertentu karena iklan.
Melalui media massa, penyajian iklan dapat menghasilkan serta mengedarkan makna-makna yang dikandungnya kepada masyarakat. Seringkali makna-makna tersebut lebih kontroversial dan spektakuler ketimbang kenyataan sebenarnya.Khalayak media sebagai konsumen potensial didorong untuk memulai terlibat dengan produk dan tokoh-tokoh komersial dengan membayangkan konteks -arena fisik, keadaan emosi, dan situasi sosial sesungguhnya di mana mereka akan dapat menggunakan produk itu. Bayangan situasi yang diproyeksikan ini tertanam dalam struktur nilai yang melinngkupinya, yang telah dikenal konsumen.
Keberhasilan iklan bergantung pada proses kimiawi dalam interpretasi terhadap situasi konsumsi yang mungkin terbayang, yang berinteraksi dengan struktur nilai yang sudah dikenal dan diterima. Pada akhirnya, mengkonsumsi suatu produk sebagai produk berarti mengkonsumsi maknanya melalui iklan. Hal ini menurut Baktiono (1998) berkaitan dengan dua kultur yang dibawa oleh iklan yakni budaya tangible atau yang tampak serta budaya intangible atau yang tak tampak. Ini tampak jelas dengan kenyataan bahwa kerhadiran iklan ditunjang oleh para ahli dengan gimmicknya yang diciptakan secara kreatif.
Oleh : rumakom.wordpress.com

FEATURE PERIKLANAN




Iklan seringkali digunakan sebagai alat produsen untuk melakukan promosi atau mengenalkan keunggulan produknya kepada konsumen. Melalui iklan diharapkan konsumen akan tertarik untuk membelinya. Strategi periklanan yang diambil secara tepat akan semakin berhasilnya pemasaran sebuah produk. Secara sederhana iklan merupakan suatu bentuk usaha untuk membujuk dan memikat perhatian orang lain atas suatu barang atau jasa. Dari sini terlihat bahwa iklan bukan saja suatu hiburan atau seni melainkan sebuah medium informasi.
Salah satu aspek komunikasi dalam beriklan adalah mentransmisikan pesan untuk mendukung aktifitas pemasaran. Dimensi yang paling penting dalam beriklan adalah kemampuan menempatkan produk dalam benak khalayak. Sehingga iklan berperan bagi pembentukan image produk. Dengan demikian baik buruknya iklan tidak hanya ditentukan oleh visualisasi yang bagus saja tetapi juga pesan visual dan naskah pesan yang mampu memberi nilai tambah terhadap produk. Pemasang iklan memanfaatkan kekuatan pencitraan terhadap produk atau jasa yang akan dipasarkan dengan perantaraan media massa.
Setiap hari, dunia periklanan kita dipenuhi sederet artis top yang menjadi model iklan suatu produk. Keberadaan artis dalam iklan ini secara tidak langsung ikut mendongkrak awareness dan menciptakan personalitas dari merek produk yang diiklankan (Cakram, 2001). Dan pada gilirannya, penggunaan artis ini bisa membuat peningkatan dalam penjualan produk yang diiklankan.
Meski kebenaran klaim iklan terletak pada bahasa, namun dalam pengamatan YLKI (1998) konflik yang seringkali muncul lebih banyak akibat ketidakpuasan konsumen karena kurang kritis, sehingga merasa terjebak dan merasa dirugikan. Soal pengaruh iklan belum ada penelitian yang representatif. Namun berdasarkan pengamatan YLKI untuk produk obat-obatan, hampir 35% konsumen membeli produk tertentu karena iklan.
Melalui media massa, penyajian iklan dapat menghasilkan serta mengedarkan makna-makna yang dikandungnya kepada masyarakat. Seringkali makna-makna tersebut lebih kontroversial dan spektakuler ketimbang kenyataan sebenarnya.Khalayak media sebagai konsumen potensial didorong untuk memulai terlibat dengan produk dan tokoh-tokoh komersial dengan membayangkan konteks -arena fisik, keadaan emosi, dan situasi sosial sesungguhnya di mana mereka akan dapat menggunakan produk itu. Bayangan situasi yang diproyeksikan ini tertanam dalam struktur nilai yang melinngkupinya, yang telah dikenal konsumen.
Keberhasilan iklan bergantung pada proses kimiawi dalam interpretasi terhadap situasi konsumsi yang mungkin terbayang, yang berinteraksi dengan struktur nilai yang sudah dikenal dan diterima. Pada akhirnya, mengkonsumsi suatu produk sebagai produk berarti mengkonsumsi maknanya melalui iklan. Hal ini menurut Baktiono (1998) berkaitan dengan dua kultur yang dibawa oleh iklan yakni budaya tangible atau yang tampak serta budaya intangible atau yang tak tampak. Ini tampak jelas dengan kenyataan bahwa kerhadiran iklan ditunjang oleh para ahli dengan gimmicknya yang diciptakan secara kreatif.



Oleh : rumakom.wordpress.com

FEATURE PERIKLANAN


Lembaga-lembaga publik, khususnya pemerintah memiliki beragam cara dan metode untuk mengomunikasikan program dan citra lembaganya kepada publik dan masyarakat luas. Saat ini banyak strategi dan program komunikasi disusun sendiri ataupun dengan bantuan pihak ketiga yang diarahkan untuk mengedukasi publik. Beberapa produk telah bisa dilihat oleh publik dan masyarakat luas dalam bentuk iklan, advetorial, features, dan kegiatan komunikasi langsung. Mungkin bagi sebagian pihak hal inilah yang dimaknai sebagai bagian dari pemasaran ala pemerintah (government marketing).
Terlepas dari definisi dan kegiatan lainnya. Kegiatan dalam pemasaran ala pemerintah tentu tak bisa mengabaikan komunikasi publik. Komunikasi publik merupakan istilah lain dari kampanye publik yang menggunakan media, pesan, mengorganisasikan akitivitas komunikasi demi tercapainya tujuan individu atau kelompok tertentu dalam satuan waktu tertentu (Liliweri, 2008).
Rancangan aktivitas tersebut bertujuan mempengaruhi perubahan persepsi dan sikap individu, kelompok, atau masyarakat. Untuk memaksimal peluang mencapai sukses komunikasi publik maka para perancang mengkoordinasikan pemanfaatan media dengan komunikasi antarpersonal, atau memanfaatkan saluran komunikasi yang berbasis pada komunitas.
Ciri spesifik komunikasi publik adalah perhatian penting pada konteks public affairs. Artinya, setiap rencana dan aktivitas dalam komunikasi publik harus dapat didayagunakan untuk memecahkan masalah sosial – kemasyarakatan, yang sebagian besar kebijakannya dipegang oleh pemerintah, maupun sektor swasta. Secara sederhana, komunikasi publik merupakan ancangan sebuah sistem komunikasi sosial yang bisa didayagunakan untuk memecahkan kompleksitas masalah sosial akibat perkembangan sistem informasi.

Tak Sekadar Sebarkan Informasi
Penyampaian informasi dalam kerangka pemasaran ide dan program pemerintah, apalagi kepada publik yang relatif beragam, bukanlah hal yang mudah. Ibarat gunung es, begitu banyak faktor yang mempengaruhi proses komunikasi. Oleh karena itu diperlukan strategi dan cara pendekatan khusus dalam kegiatan komunikasi terhadap publik.
Pendekatan pemasaran sosial saat ini banyak digunakan sebagai cara dan strategi untuk melakukan perubahan perilaku masyarakat atau komunitas. Banyak pihak mengakui pendekatan pemasaran sosial sanagt efektif karena menggunakan bahasa target khalayak/publik untuk menggugah keyakinan berdasarkan pengetahuan.
Pemasaran sosial dipandang tak jauh berbeda dibandingkan dengan bidang pemasaran, yang merupakan akar asal-usul pemasaran sosial. Namun, “memasarkan” gagasan tentu lebih kompleks dibandingkan dengan memasarkan produk/jasa. Sebab dibutuhkan pemahaman saat menerapkan langkah-langkah atau strategi pemasaran sosial, terutama dengan melakukan riset sosial dan kajian.
Hal tersebut perlu dilakukan agar hasilnya akan menjadi lebih terkoordinasi dan terintegrasi saat melangkah lebih jauh, yaitu dalam upaya menyusun kebijakan sosial. Menurut Linda D. Ibrahim perbedaan yang prinsip terletak pada tambahan “2 P” pada marketing mix bisnis yang hanya terdiri dari “4 P (Product, Price, Place, and Promotion)”, yaitu, partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan).
Komunikasi publik dan pemasaran sosial dapat bertemu pada dua hal, yaitu, public communication of public interest dan involving public (Public Communication Campaigns”, Ronald E. Rice & Charles K. Atkin, Sage, 2000). Jadi, keduanya merupakan upaya komunikasi publik untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat dan sifatnya melibatkan masyarakat. Keduanya tak terpisahkan dan saling mempengaruhi.
Pemasaran sosial atau social marketing adalah aplikasi dari teknik pemasaran bisnis ke dalam analisis, perencanaan, eksekusi, dan evaluasi program-program organisasi nirlaba yang telah didisain berdasarkan target individual dalam rangka meningkatkan kesejahteraan personal, serta memenuhi kebutuhan manusia secara sensitif dan memuaskan.
Pemasaran sosial mengkombinasikan elemen-elemen terbaik dari pendekatan tradisional untuk perubahan sosial dalam perencanaan yang terintegrasi dan kerangka tindakan dan mempergunakan teknologi komunikasi yang maju dan ketrampilan pemasaran (Kotler dan Roberto, 1989).

Mainkan Peran Media Massa
Pada dasarnya, media mempunyai sifat memperluas isolasi moral dari lingkungan sekaligus mengasingkan orang dari realitas personalnya. Hal ini diakibatkan bahwa apa saja yang disajikan media merupakan hasil rekonstruksi (second hand reality) peristiwa-peristiwa yang tengah berlangsung dalam masyarakat.
Lewat konstruksi realitas yang dilakukan oleh media massa secara teoritis ada tiga posisi media dalam mempengaruhi isu atau konflik sesuai konteks sosial yang berkembang, termasuk isu-isu atau konflik yang ada dalam media. Pertama, sebagai issue intensifier, yaitu memunculkan atau mempertajam isu atau konflik. Dengan posisi sebagai intensifier, media mem-blow up realitas yang jadi isu sehingga seluruh dimensi isu menjadi transparan.
Kedua, sebagai conflict deminisher, yakni media menenggelamkan isu atau konflik. Secara sengaja media meniadakan isu tersebut, terutama bila menyangkut kepentingan media bersangkutan, entah kepentingan ideologis atau pragmatis. Ketiga, media menjadi pengarah conflict resolution, yakni media menjadi mediator dengan menampilkan isu dari berbagi perspektif serta mengarahkan pihak-pihak yang bertikai pada penyelesaian konflik (Stanley, 2001)
Akan tetapi, di tengah banyak pilihan ragam dan jenis media yang dapat dipergunakan oleh masyarakat, tentunya tak mudah mengharapkan media bisa memainkan perannya dengan optimal. Apalagi dalam peran sebagai conflict resolution yang bisa menjadi mitra dalam kegiatan kampanye publik pemerintah.
Harus diakui, di masa sekarang sulit mencapai kondisi ideal semacam itu. Kendati ditinjau dari ilmu komunikasi, keberpihakan media bukanlah sebuah kesalahan akan tetapi media massa yang memihak akan sulit tumbuh menjadi alat kontrol sosial yang objektif. Makanya tidak aneh, jika berita-berita yang muncul di satu media berbeda dengan media lainnya. Ini lebih karena pilihan-pilihan tersebut. Andai pilihan-pilihan tersebut sama, perbedaan pun masih mungkin lantaran perbedaan dalam memilih sudut pandang (angle) (Siahaan, 2001).
Tentu dibutuhkan pendekatan terhadap media yang lebih cerdas dan tepat dalam melihat kondisi yang ada. Bila dalam pemberitaan media berita terdapat kesalahan baik kutipan atau penyimpangan fakta, siapapun yang dirugikan masih bisa segera bertindak. Caranya adalah berbicara langsung kepada wartawan atau editornya, tampilkan fakta sebenarnya, minta kesalahan ditarik atau dikoreksi.Selain pendekatan media, pemerintah perlu mengembangkan sebuah pendekatan yang komprehensif agar arus informasi yang ada di kalangan masyarakat tidak melahirkan konflik ataupun merugikan kepentingan masyarakat. Disinilah pentingnya komunikasi publik untuk mengembangkan saling pengertian, kerjasama dan sinergi yang positif antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam isu tertentu.
Persoalan yang oleh lembaga pemerintah adalah persoalan dunia komunikasi sebenarnya, masalah sharing of information, oleh karena dibutuhkan beragam terobosan yang cerdas dan tepat. Hal paling krusial yang dihadapai di lapangan adalah jurang kesenjangan antara tuntutan dan harapan masyarakat yang amat tinggi, dengan kemampuan pemerintah yang terbatas dalam menyediakan informasi atau membangun opini publik yang baik (untuk mengimbangi opini publik yang biasanya dikembangkan oleh kalangan pers).
Dibutuhkan pendekatan yang mempertimbangkan beragam aspek yang bersinggungan, misalnya aspek-aspek pemasaran (marketing dalam arti luas), manajemen, periklanan, komunikasi pribadi, psikologi, antropologi; guna menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh publik atau informasi publik.Kegiatan pemasaran sosial yang dilakukan lembaga pemerintah idealnya harus bisa “memaksa” target khalayaknya untuk mengubah keyakinan, nilai, sikap yang selama ini telah tertanam di dalam dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan yang terintegrasi, dukungan teknologi komunikasi yang maju dan ketrampilan pemasaran. Tanpa itu semua, pemasaran sosial yang dilakukan tidak akan menjadi komunikasi yang efektif bagi sasarannya.

HIMAKOM NEWS

Sebagai media komunikasi, foto jurnalistik masih tergolong muda usia.Media komunikasi yang mulai mengusung foto sebagai sajian utamanya adalah majalah Life sekitar tahun 30-an. Life dianggap sebagai media perintis kemajuan fotojurnalistik lewat lembaran halaman majalah yang sarat dengan foto-foto berkualitas. Media ini kemudian melahirkan fotografer dunia seperti Robert Capa.Di Indonesia, pertumbuhan jurnalisme foto beriringan dengan perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Rekaman gambar proklamasi kemerdekaan RI atau sekuen penyobekan bendera Belanda menjadi sang saka merah putih adalah imaji-imaji yang telah menjadi ikon-ikon dalam sejarah Indonesia.Gambar-gambar bersejarah tersebut bukan cuma hasil kegigihan sebuah sikap atau keberuntungan belaka, tapi juga dimungkinkan berkat kemunculan suatu formasi profesional yang dilandasi ketrampilan khusus, kecekatan, wawasan, keberanian dan komitmen yang mendalam.Alex Mendur beserta rekan-rekannya di IPPHOS dan Abdoel Wahab, sang perekam peristiwa penyobekan bendera adalah pewarta visual Indonesia pertama yang digembleng pendidikan kejuruan formal belanda dan Jepang, diasah oleh semangat kemerdekaan dan dibentuk dalam medan pertempuran.

Lebih dari Sekadar Foto
Pada dasarnya semua foto yang dimuat di media massa disebut sebagai foto jurnalistik, termasuk foto-foto peristiwa yang tampil di media maya seperti internet.Artinya semua produk foto yang mempunyai nilai berita bisa disebut sebagai foto jurnalistik.Foto launching produk rokok misalnya, jika diekspose untuk kepentingan umum juga termasuk dalam foto berita atau fotojurnalistik.Namun dalam perkembangannya, kebutuhan foto jurnalistik tidak berhenti untuk kepentingan pemberitaan.Produk foto bernilai berita kini juga tampil dalam pameran-pameran foto atau lomba foto.Sama seperti sebuah laporan tertulis, foto hasil belanjaan fotografer di lapangan juga memerlukan serangkaian proses pengolahan di meja redaksi.Pertimbangan layak siar sebuah foto berita juga meliputi unsur informatif, kehangatan, faktual, relevan, misi serta eksklusif.Kenneth Kobre dalam Photojournalism, mencontohkan apa yang diterapkan Washington Post dalam mengkategorikan sebuah foto berita, yaitu: informational, graphically appealing, emotional dan intimate. Artinya sebuah foto harus dapat menjawab rasa kehausan informasi sekaligus menyentuh nilai kemanusiaan yang terpenuhi berdasarkan standar kecepatan untuk merekam peristiwa serta menyampaikan isu dan kekuatan grafis.Untuk sebuah media intern, keberadaan sebuah foto juga sangat penting layaknya media umum lainnya. Foto kegiatan perusahaan umumnya dipotret dengan sudut pengambilan dan kemasan yang sederhana bahkan monoton. Tidak ada salahnya jika foto-foto yang tampil di media intern dikemas secara lebih baik. Bagaimanapun juga media intern tersebut suatu saat juga akan dibaca oleh khalayak lain. Tentang bagaimana mengemas foto untuk media intern akan dijelaskan dalam kegiatan praktek nanti. Atau bisa dilihat dalam beberapa contoh ini.Satu hal lagi yang secara ideal harus dikandung oleh sebuah foto berita, yaitu orisinal dan bukan hasil rekayasa termasuk rekayasa komputer grafis. Namun untuk kepentingan kaver sebuah majalah atau media intern, pemakaian komputer grafis terhadap foto adalah pertimbangan tersendiri dengan tujuan estetika untuk menarik pembaca.Seperti diuraikan di atas bahwa pada dasarnya semua foto yang dimuat di media massa adalah foto jurnalistik. Namun, tidak semua foto yang tampil di mendia massa itu memiliki bobot berita yang meliputi unsur 5 W+ 1 H. Tidak jarang sebuah foto hanya memiliki unsur 3W atau 4W tanpa 1H sehingga diperlukan teks foto untuk melengkapi unsur nilai beritanya
Oleh : http://rumakom.wordpress.com

Rabu, 26 November 2008

OPINI

Jurusan ini Milik Siapa?
(Budi Hartanto – Iklan 06)

Pernahkah kita terpikir bahwa jurusan komunikasi yang masih muda ini akan mampu diperhitungkan di dunia industri nanti pada saat kita lulus nanti sebagai ajang evaluasi ilmu yang sebenarnya? Lalu Kebisaan apa yang telah kita dapatkan selama menuntut ilmu di bangku komunikasi UNAS ini?Seorang teman pernah berkata

“Ah, gue sih klo nyari kompetensi jangan ngandelin nih kampus, makanya gue aktif di mana-mana sekalian cari koneksi”

Menurut saya pernyataan teman saya tadi sebuah pernyataan cerdas sekaligus egois dan bunuh diri. Mengapa cerdas? Karena dia berhasil mengidentifikasi problem yang ada pada jurusan ini dan berhasil menemukan solusi yang terbaik bagi dirinya. Mengapa egois? Yah egois karena solusi tersebut hanya berlaku bagi dirinya sendiri, memang hidup dalam dunia akademik kuliah diwajibkan menjadi egois karena pada dasarnya dalam kehidupan kampus diperlukan kemandirian akademis tidak lagi terlalu ‘tergantung’ oleh teman, berbeda ketika masih di bangku sekolah, istilahnya masuk sekolah bareng, keluar dan lulus juga bersamaan, tetapi di dalam kuliah, bisa saja masuk kampus bersamaan tapi ketika lulus berbeda-beda. Namun keegoisan ini bisa berdampak bunuh diri seperti yang saya sebutkan di atas tadi. Mengapa bunuh diri? mari kita coba analisa sedikit. Memang dengan kompetensi pribadi yang bagus mungkin nantinya kita akan bisa mudah terjun ke dunia industri (istilah umumnya : gampang cari kerja) namun jikalau kita membiarkan fenomena ‘sakit’ di jurusan kampus kita sendiri dan mencoba berpaling melangkah sendirian tanpa sadar kita telah membunuh diri kita sendiri. Apabila fenomena ‘sakit’ tersebut tercium oleh dunia industri melalui teman-teman kita yang gagal (yang tidak memiliki kompentensi sebagus kita) maka tidak tertutup kemungkinan kita juga akan dicap sama oleh industri sama dengan teman-teman kita tadi. Bukankah sudah banyak jurusan-jurusan di kampus lain yang telah di-blacklist di industri, seperti yang paling sering kita lihat di iklan lowongan pekerjaan di surat kabar atau media lainya terdapat tulisan “Tidak menerima lulusan dari universitas xxx” misalnya. Jika itu terjadi pada jurusan kita mengerikan bukan? Maka masih mau kita berlaku egois?

Melalui tulisan ini saya ingin mengajak teman-teman komunikasi untuk mau peduli pada jurusan ini dengan cara masing-masing yang teman-teman kuasai. Misalkan yang berada di Himakom berjuang memajukan jurusan melalui jalur birokrasi formal dan menyelenggarakan segala kegiatan-kegiatan yang menunjang akademik tanpa harus terjebak pada politik yang hanya melelahkan energi dan tidak berdampak apa-apa bagi seluruh mahasiswa. Bagi mahasiswa yang D3 (dekat dengan dosen :-p) bisa memberikan ide-ide kepada dosen dan menembus birokrasi untuk menambah kompetensi seluruh mahasiswa baik itu dengan melobi agar fasilitas dilengkapi atau melahirkan suatu terobosan kreatif dalam proses belajar mengajar, bukan semata memikirkan dan mengejar nilai pribadi. Bagi mahasiswa yang kritis dan dekat dengan aktualitas teknologi mau berbagi baik itu melalui forum formal misalkan mengangkatnya pada tugas atau pada diskusi kelas.

Akhirnya saya berharap seluruh elemen mau bergerak bersama di atas satu rasa yang sama yakni rasa memiliki jurusan ini bukan berjalan masing-masing tanpa arah yang jelas dan hadir di kampus sebatas setor muka baik itu dosen maupun mahasiswa. Tolak ukur yang paling mudah adalah dengan bertambahnya kualitas kompetensi mahasiswanya sehingga siap untuk benar-benar terjun ke industri. Jika kualitas tersebut terlihat di industri maka secara tidak langsung jurusan ini pula yang menjadi harum. Wallahualam bisahawab

Kunjungi juga blog penulis di http://budzaemon.blogspot.com/

Selasa, 25 November 2008

OPINI

Berpikir Kritis : Membuat 'Ibu Pergi Dugem'
(Budi Hartanto - Iklan 06)
Buatlah kalimat dengan menggunakan kata ‘Ibu’, maka sejak zaman SD kita mengenal tulisan hingga sekarang pasti dengan mudah keluar dari mulut kita adalah kalimat 'Ibu pergi ke pasar'. Salahkah kalimat tersebut? Secara teknis bahasa, kalimat tersebut sama sekali tidak salah, karena syarat utama kumpulan kata menjadi kalimat adalah dengan adanya subjek dan predikat saja. Cukup dengan 'Ibu pergi' saja sebenarnya sudah menjadi sebuah kalimat. Tapi apakah pantas seorang mahasiswa disuruh membuat kalimat dengan kata Ibu cukup dengan kalimat 'Ibu pergi ke pasar’? Rasanya tidak perlu susah-susah kuliah dan mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah jikalau hanya untuk membuat kalimat seperti itu, dengan latar belakang pendidikan kelas 2 SD pun sudah bisa membuat kalimat seperti itu.

Itu pengantar tulisan ini yang mencoba mem-brain storming pembaca. Sebagai mahasiswa seolah selama ini pikiran kita terlalu terbelenggu oleh sesuatu yang konservatif dan merasa nyaman ketika sesuatu yang konservatif tersebut sudah dianggap benar di masyarakat. Contoh kalimat di atas hanyalah sedikit dari cerminan fenomena yang saya tangkap di kalangan teman-teman (mungkin termasuk saya) sebagai mahasiswa komunikasi Universitas Nasional. Selama ini kita merasa nyaman dengan kebenaran yang ‘itu-itu saja’, yang akhirnya membuat kita menjadi malas untuk sekedar berpikir kritis dan kreatif mencari sesuatu ‘yang benar’ yang lain dan akhirnya suplai ilmu yang kita transfer dari dosen pun hanya pada taraf ‘kuno’ tadi seolah melupakan bahwa zaman di luar sana terus berkembang. Inilah yang saya ingin coba soroti dalam tulisan ini, yakni mengajak teman-teman untuk mau berpikir kritis dan kreatif mencoba keluar dari kotak. Berpikir kritis dan kreatif yang saya maksudkan di sini adalah mau menangkap berbagai peristiwa yang terjadi di luar sana sebagai bentuk aplikasi teori-teori komunikasi yang kita dapatkan di kampus, sehingga dalam menerjemahkan teori-teori tersebut ada relevansinya dengan perkembangan zaman. Jurusan kita adalah komunikasi merupakan jurusan yang berkaitan erat dengan seni, budaya dan teknologi, sedangkan di luar sana ketiga hal tersebut terus berkembang pesat. Dikhawatirkan jika kita tidak mau mencoba out of the box ketika terjun ke industri sebagai dunia yang sesungguhnya kita mengalami kegagapan zaman. Contoh paling kecil misalkan berkenaan dengan tugas-tugas kuliah, selama ini kita kadang menyepelekan hal tersebut dengan hanya copy-paste dari internet dan sudah, prinsip yang penting ngumpulin menjadi legitimasi kita untuk sekedar mengejar kelengkapan nilai dari dosen. Padahal melalui tugas sebenarnya kita bisa mencoba menggali sebuah fenomena di dunia ini yang bekorelasi dengan teori-teori yang kita dapatkan untuk kemudian didiskusikan di dalam kelas (boro-boro bisa berdiskusi, lha wong tiap diskusi saja lebih banyak diam, lebih baik menunggu teman-teman lain saja yang aktif, yang penting hadir di kelas, setor muka pada dosen). Di sinilah menurut saya pribadi yang menunjukkan kekritisan dan kekreatifan kita sebagai mahasiswa komunikasi UNAS sangat-sangat kurang. Hmm... jikalau mau mencoba berani membandingkan apa yang dilakukan mahasiswa komunikasi kampus lain, mungkin bisa menumbuhkan semangat kita atau minimal niat untuk berpikir kritis dan kreatif. Misalkan, seorang teman saya yang mengambil jurusan Komunikasi Massa di UI, ketika mata kuliah Metodologi Penelitian Komunikasi dia meneliti komunitas gay. Dalam hati saya berdecak kagum setelah melihat rekaman video interviewnya,

“Gila Loe Ren, ini tugas kuliah nih atau tugas akhir?”
“Tugas kuliah biasa Bud…”
“Mantap, tugas kuliah biasa aja kayak gini…”
Bukan persoalan gay yang saya soroti tetapi saya kagum pada kemauannya berpikir kritis dan kreatif sobat saya tersebut dalam menangkap fenomena yang ada di masyarakat ke dalam sebuah tugas (yang mungkin bagi kita mahasiswa UNAS tidak pernah terpikirkan hal tersebut). Masih banyak contoh-contoh lain dari sahabat-sahabat saya yang kadang membuat saya berpikir, apakah dengan yang selama ini saya jalani di UNAS akan mampu bersaing dengan mereka ketika sudah sama-sama terjun ke industri? Memang terkadang faktor kekritisan dan kekreatifan kita tidak lepas dari pengajar (dalam hal ini dosen) dalam membawakan materi kuliahnya. Tidak dipungkiri pula ketika para dosen seperti menurunkan ‘standar’ ilmunya ketika berhadapan dengan kita? atau memang ilmu yang dimiliki dosen-dosen kita ‘dibawah standar’? Contoh menurunkan ‘standar’ ini pernah saya alami ketika di kelas seorang dosen yang akhirnya terkesan bercanda (namun bagi saya menyakitkan) berkata

"Ayo donk dikerjakan yang serius tugasnya, kalau di kampus lain hal seperti ini biasa saja, tidak perlu dijadikan tugas.."

Mahasiswa lain hanya tersenyum dan sebagian tertawa, tapi bagi saya ini seperti kefrustasian dosen yang merasa daya kritis dan kreatif mahasiswanya sangat-sangat kurang. Lalu fenomena yang diduga ‘dosen kurang ilmu’ suatu ketika dalam dua diskusi kelas saya mengajukan pertanyaan yang sama, sebuah pertanyaan sederhana namun menurut saya relevan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi. Pada kelas pertama pertanyaan saya mampu dijawab oleh dosen dengan jawaban yang sangat memuaskan, berarti memang pertanda jikalau dosen ini memang mengikuti perkembangan zaman. Tapi pada kelas yang lain pertanyaan simpel saya dijawab dengan berputar-putar dan tidak menyentuh esensinya sama sekali, justru tanggapan dari teman saya (yang saya bersyukur akhirnya dengan pertanyaan saya tersebut diskusi kelas yang tadi nya hambar menjadi mulai panas) yang mampu menjawab. Saya jadi curiga jangan-jangan dosen ini tidak tahu apa yang saya tanyakan. Pertanyaan yang sama pada dua kelas tadi seolah menunjukkan perbedaan ‘kualitas’ kedua dosen tadi.

Sekali lagi melalui tulisan ini saya mencoba mengajak teman-teman (termasuk saya pribadi) untuk mau berpikir kritis dan kratif dalam setiap perkuliahan, terepas dari berbagai faktor eksternal (seperti yang salah satu saya sebutkan di atas adalah dosen) tapi saya berharap muncul pada setiap diri masing-masing mahasiswa sehingga potret garing pada setiap diskusi kelas atau copy-paste pada setiap tugas minimal bisa berkurang.. Berpikir kritis dan kreatif yang dimaksud adalah mau berpikir mencari korelasi antara kenyataan yang ada dengan teori-teori yang sudah didapatkan. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi, kuncinya adalah sensitif dengan perkembangan zaman khususnya fenomena-fenomena dunia dengan mengikuti arus informasi (jikalau malas membaca buku atau koran, minimal tonton siaran berita TV). Betapa menyenangkan ketika diskusi kelas menjadi panas sebagai ajang adu ide dan gagasan serta tugas-tugas kuliah menjadi tulisan ilmiah kecil-kecilan yang menjual ide, sehingga ketika kita disuruh membuat kalimat dengan kata ‘Ibu’ tidak lagi merasa puas dengan kalimat Ibu pergi ke pasar, melainkan kita bisa membuat kalimat yang tidak hanya benar tapi sesuai dengan perkembangan zaman, misalkan 'Ibu pergi dugem' (Kenapa tidak? banyak ibu-ibu muda zaman sekarang yang menghabiskan malam dengan dugem kok..). Wallahu alam bishawab

Kunjungi juga blog penulis di http://budzaemon.blogspot.com/

Senin, 24 November 2008

HIMAKOM FEATURE HUMAS


Definisi Humas

PR Hubungan masyarakat atau Public Relations adalah suatu usaha yang sengaja dilakukan, direncanakan secara berkesinambungan untuk menciptakan saling pengertian antara sebuah lembaga/institusi dengan masyarakat. Humas (PR) adalah sebuah seni sekaligus ilmu sosial dalam menganalisa kecenderungan, meramalkan konsekuensinya, memberikan pengarahan kepada pimpinan institusi/lembaga dan melaksanakan program-program terencana yang dapat memenuhi kepentingan baik institusi maupun lembaga tersebut maupun masyarakat yang terkait. Public Relations (PR) merupakan fungsi manajemen untuk mencapai target tertentu yang sebelumnya harus mempunyai program kerja yang jelas dan rinci, mencari fakta, merencanakan, mengkomunikasikan, hingga mengevaluasi hasil-hasil apa yang telah dicapainya."Public Relations is planned, persuasive communication designed to influence significant public" (John E. marston "MODERN PUBLIC RELATIONS", 1979).Secara spesifik, definisi umum PR disimpulkan sebagai seni (arts) dan gabungan dari disiplin ilmu manajemen, komunikasi, psikologi, sosial dan marketing, untuk membentuk agar perusahaan atau lembaga, nama dan produknya menjadi disukai dan dapat dipercaya oleh publiknya.

Dalam hubungannya dengan target audience atau stakeholder (obyek dakwah) tersebut, dikenal tiga tipe tentang apa yang disukai dan tidak disukai, yaitu sbb :
a. Those who know you and like you (mengenal dan menyukai Anda).
b. Those who know you and don't like you (mengenal dan tidak menyukai Anda).

c. Those who neither you nor care you (tidak dikenal maka tidak disukai).

Oleh karena itu dikatakan, "Public Relations merupakan fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasikan kebijaksanaan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik, serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk meraih pengertian, pemahaman, dan dukungan dari publiknya" (Scott M. Cutlip dan Allen H. Center " Efektif Public Relations", 1982).Public Relations adalah suatu proses yang kontinyu dari usaha manajemen untuk memperoleh good will dan pengertian dari publik pada umumnya, termasuk stake holder internal (pengurus Rohis). Ke dalam, mengadakan perbaikan dan pembenahan melalui corporate culture building (membangun budaya lembaga) berbentuk disiplin, motivasi, peningkatan pelayanan dan produktivitas kerja yang diharapkan untuk terciptanya sense of belonging terhadap lembaga. Sedangkan ke luar, berupaya menciptakan kepercayaan dan citra lembaga (corporate image) yang sekaligus memayungi dan mempertahankan citra produknya (product image).Pada hakekatnya makna dari "hubungan masyarakat" (humas, kehumasan, public relations) adalah prilaku atau sikap untuk menjadi tetangga dan warga yang baik (to be a good neighbour and citizen).


Urgensi PR

Humas Aktivitas public relations sehari-hari adalah menyelenggarakan komunikasi timbal balik ( two way trafic communications ) antara lembaga dengan pihak publik yang bertujuan untuk menciptakan saling pengertian dan dukungan bagi tercapainya suatu tujuan tertentu, kebijakan, kegiatan produksi, dsb, demi kemajuan lembaga atau citra positif lembaga bersangkutan. Jadi, kegiatan public relations tersebut sangat erat kaitannya dengan pembentukan opini publik dan perubahan sikap dari masyarakat.
Dari segi inilah, Rohis mengejawantahkan misi al 'amru wa nahyul munkar-nya. Hal tersebut sekaligus menjadi landasan Rohis untuk -sebagaimana fungsi humas umumnya- menunjukkan kekuatannya ( power of opinion ) dalam membentuk opini publik atau kita sebut dakwah.Adapun proyek kerja Public Relations Officer (PRO) , tidak terlepas dari pengabdiannya demi kepentingan umum ( it should serve the public's interest ) atau dalam bahasa dakwah, 'untuk kepentingan umat'. Berkaitan dengan Kode Etik Asosiasi Perhumasan Internasional (International Public Relations Association Code of Cunduct) yang menegaskan bahwa setiap PRO tidak dibenarkan untuk mengangkat suatu konflik yang terjadi atau hal yang sengaja dipaparkan kepada publik tanpa seizin dari mereka yang berkepentingan atau bersangkutan.
Sebaliknya, pihak PRO tidak dibenarkan pula dengan sengaja untuk menutupi masalah atau krisis yang tengah terjadi di lembaga yang bersangkutan dengan cara mengelabui publik. Sehingga perlu diingat kunci kerja seorang PR jika menghadapi situasi yang genting (crucial), seperti timbul masalah, konflik, pertikaian, hingga terjadi suatu krisis, maka fungsi dan tugas PRO adalah wajib untuk menjelaskan secara jujur dan terbuka (open communication).
Hal tersebut dikarenakan di satu pihak humas bertindak sebagai perantara (mediator). Sedangkan di lain pihak, ia mempunyai tanggung jawab sosial (social responbility) dan dalam menjalankan perannya harus berlandaskan kejujuran, etika, dan moral yang tinggi sebagai penyandang profesional public relations.Dalam hal peran ganda yang bersifat dilematik tersebut, public relations officer berperan sebagai komunikator, mediator, persuador, organisator, dan konsultan sering terjadi di tengah masyarakat dalam era globalisasi penuh kompetitif sekarang ini. Dalam berbagai situasi dan kondisi yang penuh tantangan, pihak PRO akan menghadapi beban tugas yang cukup berat. Dalam iklim kompetitif tersebut yang bersangkutan mempunyai fungsi pokok utama, yaitu bertindak sebagai komunikator, mediator, kemudian bertindak sebagai pendukung manajemen (back up management), dan tujuan akhirnya adalah bagaimana memperoleh atau mempertahankan citra bagi lembaga yang diwakilinya.
Mampukah PRO tersebut bertanggung jawab langsung dan diberikan kesempatan yang lebih luas (otonomisasi) untuk secara langsung membendung, menanggulangi atau mengatasinya dalam upaya memulihkan (recovery image) dan mempertahankan citra tersebut (maintenance of image) dengan mengembalikan kepercayaan publik serta memulihkan krisis yang terjadi.Pekerjaan utama (inti) dari PR sebenarnya adalah Human Relation (HR) yang bukan hanya sekedar hubungan antar manusia. Tetapi lebih bersifat interaksi antara seseorang dengan orang lain, memperhatikan orang lain, bersikap ramah dan jujur.
Jika setiap PRO (Public Relations Officer) mempunyai human relations yang baik yang mencerminkan sikap tersebut, dijamin akan membuat orang lain yang dihadapinya senang dan puas. Hal ini akan memelihara dan meningkatkan citra Lembaga Dakawah Kampus.Dalam arti luas HR berarti komunikasi yang persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan sehingga menimbulkan kepuasan kedua belah pihak. Dalam arti sempit penekanan HR pada situasi kerja atau dalam bidang organisasi (kelompok) bertujuan menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja, kerja sama yang produktif yang diwarnai dengan rasa bahagia dan puas hati. Normat R.F. Meier mengemukakan: "HR dapat berfungsi untuk menghilangkan rintangan-rintangan komunikasi, mencegah salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif sifat manusia".



Tujuan dan Fungsi HumasTujuan yang ingin dicapai dalam pekerjaan kehumasan tergolong dua golongan besar yaitu:

A. Komunikasi Internal (personil/anggota institusi)·
Memberikan informasi sebanyak dan sejelas mungkin mengenai institusi. · Menciptakan kesadaran personil mengenai peran institusi dalam masyarakat. · Menyediakan sarana untuk memperoleh umpan balik dari anggotanya.

B. Komunikasi Eksternal (masyarakat)· Informasi yang benar dan wajar mengenai institusi. · Kesadaran mengenai peran institusi dalam tata kehidupan umumnya dan pendidikan khususnya. · Motivasi untuk menyampaikan umpan balik. Maksud dan tujuan yang terpenting dari PR adalah mencapai saling pengertian sebagai obyektif utama. Pujian citra yang baik dan opini yang mendukung bukan kita yang menentukan tetapi feed back yang kita harapkan. Obyektif atau tujuan PR yaitu "Pengertian". "The object of PR is not the achievement of a favourable image, a favourable climate of opinion, or favourable by the media". PR is about achieving an UNDERSTANDING.

Tujuan utama penciptaan pengertian adalah mengubah hal negatif yang diproyeksikan masyarakat menjadi hal yang positif. Biasanya dari hal-hal yang negatif terpancar: hostility, prejudice, apathy, ignorance. Sedangkan melalui pengertian kita berusaha merubahnya menjadi: sympathy, acceptance, interest dan knowledge.

Penelitian yang diadakan oleh International Public Relations Association (IPRA) pada tahun 1981 menyimpulkan bahwa pada umumnya fungsi PR/humas masa kini meliputi 15 pokok yaitu:
· Memberi konseling yang didasari pemahaman masalah prilaku manusia.

· Membuat analisis "trend" masa depan dan ramalan akan akibat-akibatnya bagi institusi.

· Melakukan riset pendapat, sikap dan harapan masyarakat terhadap institusi serta memberi saran tindakan-tindakan yang diperlukan institusi untuk mengatasinya.

· Menciptakan dan membina komunikasi dua-arah berlandaskan kebenaran dan informasi yang utuh.

· Mencegah konflik dan salah pengertian.

· Meningkatkan rasa saling hormat dan rasa tanggung jawab sosial.

· Melakukan penyerasian kepentingan institusi terhadap kepentingan umum.

· Meningkatkan itikat baik institusi terhadap anggota, pemasok dan konsumen.

· Memperbaiki hubungan industrial.

· Menarik calon tenaga yang baik agar menjadi anggota serta mengurangi keinginan anggota untuk keluar dari institusi.

· Memasyarakatkan produk atau layanan.

· Mengusahakan perolehan laba yang maksimal.

· Menciptakan jadi diri institusi.

· Memupuk minat mengenai masalah-masalah nasional maupun internasional.

· Meningkatkan pengertian mengenai demokrasi.



Dalam mengemban fungsi tersebut maka jenis-jenis pekerjaan PR adalah sebagai berkut :

· Menulis (artikel, pamflet, press release)

· Produksi Cetakan/distribusi/promosi (stiker, buletin, poster)

· Produksi film atau audiovisual· Produksi display/ perkenalan

· Iklan

· Hubungan komunikasi dengan media, radio, TV

· Konfrensi dan Pertemuan Publik

· Hubungan Parlementer

· Hubungan dengan pemerintah

· Hubungan dengan kelompok interest tertentu

· Hubungan dengan industri dan komersial

· Hubungan komunitas

· Hubungan internasional

· Hubungan dengan pekerja

· Hubungan dengan donatur

· Survey atau penelitian ummat

· Komunikasi dari publik ke kinerja organisasi

· Merencanakan, menganggar and mengatur program kerja PR

· Formulasi kebijakan PR

· Yang paling modern yaitu Teknologi Informasi seperti internet, intranet, e-mail, homepage (berandawarta), FTP, IRC, DLL


sumber:bahumasartikel.blogspot.com/2008/01/urgensi-pr-humas.html

himakom unas


Minggu, 23 November 2008

LIFESTYLE HIMAKOM




Touring Communication Brotherhood







Sabtu (15/10/08) - UNAS, Sekelompok mahasiswa komunikasi menyelenggarakan touring motor ke Puncak-Cibodas dengan tema Communication Brotherhood. Acara yang digagas secara swadaya ini memang bertujuan sebagai ajang menjalin persaudaraan antar mahasiswa komunikasi UNAS. Selain juga sebagai refreshing otak setelah 2 minggu menjalani ujian tengah semester.

Setelah briefing dan doa bersama, rombongan dipimpin oleh M. Arifianto (iklan 06) sebagai road captain berangkat pukul 09.00 WIB dari depan teater Ghanta sebanyak 9 motor. Walaupun sempat dihadang kemacetan di daerah TB Simatupang serta sinar matahari yang mulai menyengat panas tidak menyurutkan antusiasme peserta yang sebagian besar adalah para motoris pemula.


Menjelang Puncak cuaca mulai kurang bersahabat ketika gerimis yang berangsur menjadi hujan membuat perjalanan harus terhenti berkali-kali, hal ini pula yang akhirnya membuat rombongan untuk memutuskan tidak melanjutkan sampai ke Cibodas, karena selain cuaca yang tidak memungkinkan waktu pun telah menunjukkan semakin siang, begitu pula stamina para motoris pemula juga sudah mulai habis, karena rombongan juga berkali2 dihadang kemacetan yang sangat menguras tenaga. Sesuai dengan komitmen di awal yang tidak akan memaksakan diri, akhirnya rombongan Communication Brotherhood mengakhiri perjalanan di Masjid At Taawun Puncak.
Keindahan panorama di Masjid tersebut dan di sela-sela minuman panas khas suguhan Puncak ternyata mampu mengobati kekecewaan para peserta touring, guyon serta cela-celaan akrab membuat suasana menjadi hangat. Sesuai dengan misi touring ini yakni untuk memupuk semangat persaudaraan antara mahasiswa komunikasi tanpa memandang dari kelompok atau organisasi mana pun.



Pukul 17.00 rombongan mulai beranjak turun menuju Jakarta yang kali ini dipimpin oleh Dwiki (PR'06) sebagai road captain. Walaupun badan lelah, tapi touring kali ini diharapkan mampu menyegarkan kembali otak yang sempat jenuh karena ujian yang lalu dan yang terutama menjadi lebih akrab dan mengenal lagi antara sesama rekan-rekan mahasiswa komunikasi. Akhirnya pukul 20.00 rombongan tiba di Depok dan sepakat membubarkan diri menuju rumah masing-masing.

welcome to himakom UNAS

Salam Mahasiswa!!!

Media adalah salah satu unsur penting dalam komunikasi, seperti pada model komunikasi Laswell yang menyebutkan media sebagai unsur ketiga dalam proses transmisi pesan kepada komunikan. Kesadaran akan kehadiran media tersebutlah yang membuat kami dari HIMAKOM memutuskan untuk membuat blog ini sebagai media informasi sesama mahasiswa Komunikasi UNAS yang diharapkan mampu menciptakan transmisi pesan yang bersifat massa.

Blog jika merujuk dari kemajuan teknologi dan kegunaannya adalah sebuah instrumen primitif internet merupakan kumpulan simbol verbal yang tersusun atas kalimat sebagai media penyebarluasan gagasan, ide, wacana serta informasi yang bersifat independen namun unlimited (bisa diakses oleh siapapun). Kehadiran blog HIMAKOM ini selain sebagai media transmisi pesan massa bagi kalangan mahasiswa Komunikasi UNAS juga diharapkan menjadi ajang mengasah kemampuan menulis dan berperang ide kritis baik itu yang berkenaan dengan jurusan komunikasi di kampus kita ataupun hal-hal yang sifatnya general namun memiliki point of interest bagi mahasiswa komunikasi. Diharapkan kita bisa belajar menjadi komunikator verbal melalui tulisan melalui blog ini.
Jadi bagi kawan-kawan yang merasa memiliki ide, gagasan berupa tulisan, artikel, liputan dan sebagainya silahkan berpartisipasi mengisi blog ini. Kirimkan tulisan kawan-kawan ke himakomunas@yahoo.com, tulisan yang layak akan dimuat dan sebagai transmisi infromasi bagi kawan-kawan komunikasi lainnya.

Semoga kehadiran blog ini dapat membawa manfaat bagi kita semua dan mohon maaf apabila dalam penglolaan blog ini masih banyak kekurangan dimana-mana, ditunggu pula saran dan kritiknya...
Hidup Mahasiswa Komunikasi UNAS!!!